Senin, 01 Juni 2015

PENGHARGAAN DAN SANKSI BAGI BIDAN



Penghargaan adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu yang diberikan baik oleh perorangan ataupun suatu lembaga. Bidan sebagai suatu profesi tenaga kesehatan harus bisa mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat. Karena inilah bidan memang sudah seharusnya mendapat penghargaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Penghargaan yang diberikan kepada bidan tidak hanya berupa imbalan jasa tetapi juga dalam bentuk pengakuan profesi dan pemberian kewenangan atau hak untuk menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Dengan adanya penghargaan seperti yang disebutkan diatas, akan mendorong bidan untuk meningkatkan kinerja mereka sebagai tenaga kesehatan untuk masyarakat. Mereka juga akan lebih giat  untuk mengasah dan mengembangkan kemampuan dan potensi mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu standar profesi bidan.
            Menurut Gibson (1987) ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang termasuk bidan,antara lain:
a.       Faktor individu : kemampuan,keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial, dan demografi seseorang.
b.      Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja.
c.       Faktor organisasi : struktur organisasi,besar pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan.
Tujuan dari adanya sistem penghargaan antara lain :
a.        Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi-tingginya.
b.      Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.
c.       Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan sehingga terbuka jalur komunitas dua arah antara pimpinan dan staf.

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, hak adalah kewenangan untuk berbuat sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan tertentu. Sebagai suatu profesi, bidan memiliki organisasi profesi yaitu Ikatan Bidan Indonesia atau disingkat IBI yang mengatur hak dan kewajiban serta penghargaan dan sanksi bagi bidan. Setiap bidan yang telah menyelesaikan pendidikan kebidanan berhak dan wajib menjadi anggota IBI.

2.1 Hak bidan :
2.1.1 Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2.1.2 Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan kesehatan.
2.1.3  Bidan berhak menolak keinginan pasien atau klien dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi.
2.1.4 Bidan berhak atas privasi atau kedirian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien,keluarga ataupun profesi lain.
2.1.5 Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
2.1.6 Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
2.1.7  Bidan berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.

2.2 Wewenang bidan :
2.2.1 Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan untuk mendekatkan pelayanan kegawatandaruratan obstetrik dan neonatal.
2.2.2 Bidan harus melaksanakan tugas kewenagan sesuai standar profesi, memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai bidan, mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku di wilayahnya dan bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dengan mengutamakan keselamatan ibu dan bayi.
2.2.3 Pelayanan kebidanan kepada wanita oleh bidan meliputi pelayanan pada masa pranikah termasuk remaja putri, prahamil, kehamilan, persalinan, nifas, menyusui, dan masa antara kehamilan. Dan masih banyak lagi.

Dalam lingkup IBI, setiap anggota memiliki beberapa hak tertentu sesuai dengan kedudukannya, yaitu:
 Anggota Biasa
a.       Berhak mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.
b.      Berhak mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
c.       Berhak memilih dan dipilih.
Anggota Luar Bisaa
a.       Dapat mengikuti kegiatan yang dilakukan organisasi.
b.       Dapat mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
Anggota Kehormatan
Dapat mengemukakan pendapat,saran,dan usul untuk kepentingan organisasi.

2.3 Penghargaan Bagi Mahasiswa Bidan
             Bagi mahasisiwa DIII kebidanan yang berprestasi akan mendapatkan penghargaan berupa beasiswa dari Dinas Kesehatan Kabupaten dan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (KOPERTIS) setiap 4 bulan sekali selama 3 tahun pendidikan kebidanan. Penghargaan juga diberikan kepada bidan yang berprestasi (bidan teladan). Selain itu, bidan juga dapat diberi beasiswa. Bidan sebagai petugas kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan hukum. Masalah dapat diselesaikan dengan hukum , tetapi belum tentu dapat diselesaikan berdasarkan prinsip dan nilai etik.

2.4 Sanksi
            Tidak hanya memberikan penghargaan bagi bidan yang mampu melaksanakan prakteknya sesuai kode etik dan standar profesi bidan, Setiap penyimpangan baik itu disengaja atau tidak, akan tetap di audit oleh dewan audit khusus yang telah dibentuk oleh organisasi bidan atau dinas kesehatan di kabupaten tersebut. Dan bila terbukti melakukan pelanggaran atau penyimpangan maka bidan tersebut akan mendapat sanksi yang tegas, supaya bidan tetap bekerja sesuai kewenangannya.  Sanksi adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa pembebanan atau penderitaan yang ditentukan oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik dan hak/kewajiban bidan yang telah diatur oleh organisasi profesi. Bagi bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka akan diberikan sanksi sesuai dengan Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. Dalam organisasi profesi kebidanan terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) yang memiliki tugas :
a.       Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus pusat.
b.      Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala
c.       Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.
d.      Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya ditentukan pengurus.

MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pengurus inti dalam organogram IBI tingkat nasional.
MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi, khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.
            MPEB dan MPA, bertugas mengkaji, menangani dan mendampingi anggota yang mengalami permasalahan dan praktik kebidanan serta masalah hukum. Kepengurusan MPEB dan MPA terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan anggota. MPA tingkat pusat melaporkan pertanggungjawabannya kepada pengurus pusat IBI dan pada kongres nasional IBI. MPA tingkat provinsi melaporkan pertanggungjawabannya kepada IBI tingkat provinsi (pengurus daerah).
            Tugas dan wewenang MPA dan MPEB adalah memberikan bimbingan dan pembinaan serta pengawasan etik profesi, meneliti dan menentukan adanya kesalahan atau kelalaian bidan dalam memberikan pelayanan. Etika profesi adalah norma-norma yang berlaku bagi bidan dalam memberikan pelayanan profesi seperti yang tercantum dalam kode etik bidan.
Anggota MPEB dan MPA, adalah:
a.       Mantan pengurus IBI yang potensial.
b.      Anggota yang memiliki perhatian tinggi untuk mengkaji berbagai aspek dan perubahan serta pelaksanaan kode etik bidan, pembelaan anggota, dan hal yang menyangkut hak serta perlindungan anggota.
c.       Anggota yang berminat dibidang hukum.

Keberadaan MPEB bertujuan untuk:
a.       Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan bidan.
b.      Membentuk lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap Kode Etik Bidan Indonesia.
c.       Meningkatkan kepercayaan diri anggota IBI.
d.      Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan dalam memberikan pelayanan.

Contoh sanksi bidan adalah pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan SIPB sementara, atau bisa juga berupa denda.
Penyimpangan yang dilakukan oleh bidan misalnya :
a.       Bidan melakukan praktek aborsi,yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan karena termasuk tindakan kriminal.
b.      Bidan tidak melakukan rujukan pada ibu yang mengalami persalinan premature, bidan ingin melakukan persalinan ini sendiri. Ini jelas tidak boleh dilakukan, dan harus dirujuk. Karena ini sudah bukan kewenangan bidan lagi, selain itu jika dilakukan oleh bidan itu sendiri,persalinan akan membahayakan ibu dan bayi yang dikandungnya.

2.4.1 Alur Sanksi Bidan
Malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya kelalaian, kurangnya pengetahuan, faktor ekonomi, rutinitas,dan juga perubahan hubungan antara bidan dengan pasien. Untuk dapat mencegah terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan jaminan atau garansi akan keberhasilan usahanya, dalam melakukan tindakan harus ada informed consent, mencatat semua tindakan kedalam rekam medik, dan lain-lain.
Untuk  penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan yang telah masuk ke pengadilan, semua tergantung kepada pertimbangan hakim yang menangani kasus tersebut untuk menentukan apakah kasus yang ditanganinya termsuk kedalam malpraktek atau tidak. Atau apakah si pelaku dapat dimintai pertanggung jawaban secara pidana atau tidak.
Melakukan malpraktek yuridis (melanggar hukum) berarti juga melakukan malpraktek etik (melanggar kode etik). Sedangkan malpraktek etik belum tentu merupakan malpraktek yuridis. Apabila seorang bidan melakukan malpraktek etik atau melanggar kode etik. Maka penyelesaian atas hal tersebut dilakukan oleh wadah profesi bidan yaitu IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut. Sedangkan apabila seorang bidan melakukan malpraktek yuridis dan dihadapkan ke muka pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian apakah bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan. Apabila menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib memberikan bantuan hukum kepada bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan atau gugatan di pengadilan

2.5  KODE ETIK BIDAN
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus dipatuhi  oleh setiap anggota profesi yang bersngkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan kesejahteraan, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:
a.       Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarng berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kkode etik juga disebut kode kehormatan.
b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan spiritual atau mental. Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi kode etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.
c.       Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Dalam hal ini kode etik juga bertujuan untuk pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
d.      Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas, jelas bahwa tujuan suatu profesi, menjaga dan memelihara kesejahtereaan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota, dan meningkatkan mutu profesi serta meningkatkan mutu organisasi profesi.
Penetapan Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya. Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres IBI. Kode etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam kongres nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaanya disyahkan dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disyahkan pada kongres nasional IBI XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam berperilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab.

2.5.1 Yang dapat dilakukan dalam kode etika menuntun atau panduan untuk disiplin profesi:

     Menuntun tingkah laku
    Menawarkan suatu kerangka kerja yang dapat meningkat kapasitas dalam
    Pengambilan keputusan moral yang efektif.


2.5.2 Yang tidak dapat dilakukan:

    Tidak dapat menjamin etika praktek atau pengambilan keputusan.
    Tidak dapat mencegah timbulnya hal-hal yang tidak berguna.
    Tidak dapat dipindahkan dari tanggung jawab bidan.
    Tidak dapat menjamin kasus tertentu merupakan yang benar


2.5.3 Persyaratan kode etik:

    Keterlibatan dan pemikiran penting (waktu dan alasan moral).
    Kemampuan (kapasitas dan kemauan) mengambil keputusan.
    Keterlibatan menjadi contoh moral yang baik.


2.5.4 Dimensi Kode Etik    :
a.       Anggota profesi dan Klien atau Pasien.

    Anggota profesi dan sistem kesehatan.
    Anggota profesi dan profesi kesehatan
    Anggota profesi dan sesama anggota profesi


2.5.5 Prinsip Kode Etik :
a.       Menghargai otonomi

    Melakukan tindakan yang benar
    Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
    Memberlakukan manusia dengan adil.
    Menjelaskan dengan benar.
    Menepati janji yang telah disepakati.
    Menjaga kerahasiaan


2.5.6 Secara Umum Kode Etik Bidan Berisi :
a.       Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
·         Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
·         Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
b.      Kewajiban bidan terhadap tugasnya
·         Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
·         Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
·         Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan sehubungan kepentingan klien.
d.      Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
·         Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
e.       Kewajiban bidan terhadap profesinya
·         Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
·         Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
·         Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.
f.       Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
·         Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
·         Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
g.      Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
·         Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan­ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
·         Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

2.6 Jabatan Fungsional Bidan
            Selain penghargaan dan sanksi, bidan juga patut mendapat jabatan fungsional dan jabatan struktural. Seperti yang dijelaskan pada materi di atas mengenai jabatan fungsional bidan, jabatan fungsional didapat oleh seorang bidan melalui pendidikan formal seperti D III dan SI berupa ijasah, sedangkan non formal berasal dari pelatihan atau penyuluhan atau seminar yang diadakan oleh pemerintah atau organisasi bidan berupa sertifikat.
Bidan memiliki jabatan fungsional sesuai dengan fungsi bidan yaitu pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti. Dalam menduduki jabatan ini,bidan juga berhak smenerima tunjangan fungsional sesuai dengan kedudukannya.
Sedangkan jabatan struktural bidan dilihat berdasarkan dimana bidan tersebut bekerja. Tunjangan berasal dari tempat dimana dia bekerja seperti di Puskesmas dan Rumah Sakit.

Jabatan dapat ditinjau dari 2 aspek, yaitu jabatan struktural dan fungsional.
·         Jabatan struktural adalah jabatan yang secara jelas tertera dalam struktur dan diatur berjenjang dalam suatu organisasi
·         Jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang vital dalam kehidupan rmasyarakat dan Negara.
           
Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga berorientasi kualitatif. Seseorang memiliki jabatan fungsional berhak mendapatkan tunjangan fungsional. Jabatan bidan merupakan jabatan fungsional professional sehingga berhak mendapat tunjangan fungsional.
Pengembangan karir bidan meliputi karir fungsional dan karir struktural. Jabatan fungsional sebagai bidan bisa didapat melalui pendidikan berkelanjutan ,baik secara formal maupun nonformal, yang hasil akhirnya akan meningkatkan kemampuan professional bidan dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, dan peneliti.
Sedangkan jabatan sturkturalnya bergantung dimana bidan tersebut bertugas,misalnya di rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya. Karir ini dapat dicapai oleh bidan di setiap tatanan pelayanan kebidanan/kesehatan  sesuai dengan tingkat kemampuan, kesempatan, dan kebijakan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar