Penghargaan adalah sebuah bentuk apresiasi kepada
suatu prestasi tertentu yang diberikan baik oleh perorangan ataupun suatu
lembaga. Bidan sebagai suatu profesi tenaga kesehatan harus bisa mewujudkan
kesehatan keluarga dan masyarakat. Karena inilah bidan memang sudah seharusnya
mendapat penghargaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Penghargaan yang
diberikan kepada bidan tidak hanya berupa imbalan jasa tetapi juga dalam bentuk
pengakuan profesi dan pemberian kewenangan atau hak untuk menjalankan praktik
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Dengan adanya penghargaan seperti yang
disebutkan diatas, akan mendorong bidan untuk meningkatkan kinerja mereka
sebagai tenaga kesehatan untuk masyarakat. Mereka juga akan lebih giat untuk mengasah dan mengembangkan kemampuan
dan potensi mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu standar profesi
bidan.
Menurut Gibson (1987) ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
seseorang termasuk bidan,antara lain:
a.
Faktor individu : kemampuan,keterampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman, tingkat sosial, dan demografi seseorang.
b. Faktor
psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja.
c.
Faktor organisasi : struktur organisasi,besar pekerjaan, kepemimpinan,
sistem penghargaan.
Tujuan dari adanya sistem penghargaan antara lain :
a.
Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam
kelompok setinggi-tingginya.
b.
Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil
kerja melalui prestasi pribadi.
c.
Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang
pekerjaan sehingga terbuka jalur komunitas dua arah antara pimpinan dan staf.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, hak adalah kewenangan
untuk berbuat sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan
tertentu. Sebagai suatu profesi, bidan memiliki organisasi profesi yaitu Ikatan
Bidan Indonesia atau disingkat IBI yang mengatur hak dan kewajiban serta
penghargaan dan sanksi bagi bidan. Setiap bidan yang telah menyelesaikan
pendidikan kebidanan berhak dan wajib menjadi anggota IBI.
2.1 Hak bidan :
2.1.1 Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2.1.2 Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan
standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan kesehatan.
2.1.3 Bidan
berhak menolak keinginan pasien atau klien dan keluarga yang bertentangan
dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi.
2.1.4 Bidan berhak atas privasi atau kedirian dan
menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien,keluarga ataupun
profesi lain.
2.1.5 Bidan berhak atas kesempatan untuk
meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
2.1.6 Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk
meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
2.1.7 Bidan
berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
2.2 Wewenang bidan :
2.2.1 Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan
untuk mendekatkan pelayanan kegawatandaruratan obstetrik dan neonatal.
2.2.2 Bidan harus melaksanakan tugas kewenagan
sesuai standar profesi, memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai bidan,
mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku di wilayahnya dan bertanggung
jawab atas pelayanan yang diberikan dengan mengutamakan keselamatan ibu dan
bayi.
2.2.3 Pelayanan kebidanan kepada wanita oleh bidan
meliputi pelayanan pada masa pranikah termasuk remaja putri, prahamil,
kehamilan, persalinan, nifas, menyusui, dan masa antara kehamilan. Dan masih
banyak lagi.
Dalam lingkup IBI, setiap anggota memiliki beberapa
hak tertentu sesuai dengan kedudukannya, yaitu:
Anggota Biasa
a.
Berhak mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.
b. Berhak
mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
c. Berhak
memilih dan dipilih.
Anggota Luar Bisaa
a. Dapat
mengikuti kegiatan yang dilakukan organisasi.
b. Dapat
mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
Anggota Kehormatan
Dapat mengemukakan pendapat,saran,dan usul untuk
kepentingan organisasi.
2.3 Penghargaan Bagi Mahasiswa Bidan
Bagi mahasisiwa DIII kebidanan yang berprestasi akan mendapatkan
penghargaan berupa beasiswa dari Dinas Kesehatan Kabupaten dan Koordinator
Perguruan Tinggi Swasta (KOPERTIS) setiap 4 bulan sekali selama 3 tahun
pendidikan kebidanan. Penghargaan juga diberikan kepada bidan yang berprestasi
(bidan teladan). Selain itu, bidan juga dapat diberi beasiswa. Bidan sebagai
petugas kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan
hukum. Masalah dapat diselesaikan dengan hukum , tetapi belum tentu dapat
diselesaikan berdasarkan prinsip dan nilai etik.
2.4 Sanksi
Tidak hanya memberikan penghargaan bagi bidan yang mampu melaksanakan
prakteknya sesuai kode etik dan standar profesi bidan, Setiap penyimpangan baik
itu disengaja atau tidak, akan tetap di audit oleh dewan audit khusus yang
telah dibentuk oleh organisasi bidan atau dinas kesehatan di kabupaten
tersebut. Dan bila terbukti melakukan pelanggaran atau penyimpangan maka bidan
tersebut akan mendapat sanksi yang tegas, supaya bidan tetap bekerja sesuai
kewenangannya. Sanksi adalah imbalan
negatif, imbalan yang berupa pembebanan atau penderitaan yang ditentukan oleh hukum
aturan yang berlaku. Sanksi berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik dan
hak/kewajiban bidan yang telah diatur oleh organisasi profesi. Bagi bidan yang
melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
maka akan diberikan sanksi sesuai dengan Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. Dalam organisasi profesi
kebidanan terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis
Pembelaan Anggota (MPA) yang memiliki tugas :
a.
Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan
pengurus pusat.
b.
Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala
c.
Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus
pusat.
d.
Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya
ditentukan pengurus.
MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang
berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pengurus inti dalam organogram IBI
tingkat nasional.
MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan
buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi, khususnya yang
menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.
MPEB dan MPA, bertugas mengkaji, menangani dan mendampingi anggota yang
mengalami permasalahan dan praktik kebidanan serta masalah hukum. Kepengurusan
MPEB dan MPA terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan anggota. MPA
tingkat pusat melaporkan pertanggungjawabannya kepada pengurus pusat IBI dan
pada kongres nasional IBI. MPA tingkat provinsi melaporkan pertanggungjawabannya
kepada IBI tingkat provinsi (pengurus daerah).
Tugas dan wewenang MPA dan MPEB adalah memberikan bimbingan dan
pembinaan serta pengawasan etik profesi, meneliti dan menentukan adanya
kesalahan atau kelalaian bidan dalam memberikan pelayanan. Etika profesi adalah
norma-norma yang berlaku bagi bidan dalam memberikan pelayanan profesi seperti
yang tercantum dalam kode etik bidan.
Anggota MPEB dan MPA, adalah:
a.
Mantan pengurus IBI yang potensial.
b.
Anggota yang memiliki perhatian tinggi untuk mengkaji berbagai aspek dan
perubahan serta pelaksanaan kode etik bidan, pembelaan anggota, dan hal yang
menyangkut hak serta perlindungan anggota.
c.
Anggota yang berminat dibidang hukum.
Keberadaan MPEB bertujuan untuk:
a.
Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan
bidan.
b.
Membentuk lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran
terhadap Kode Etik Bidan Indonesia.
c.
Meningkatkan kepercayaan diri anggota IBI.
d.
Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan dalam memberikan
pelayanan.
Contoh sanksi bidan adalah pencabutan ijin praktek
bidan, pencabutan SIPB sementara, atau bisa juga berupa denda.
Penyimpangan yang dilakukan oleh bidan misalnya :
a. Bidan
melakukan praktek aborsi,yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan
karena termasuk tindakan kriminal.
b. Bidan
tidak melakukan rujukan pada ibu yang mengalami persalinan premature, bidan
ingin melakukan persalinan ini sendiri. Ini jelas tidak boleh dilakukan, dan
harus dirujuk. Karena ini sudah bukan kewenangan bidan lagi, selain itu jika
dilakukan oleh bidan itu sendiri,persalinan akan membahayakan ibu dan bayi yang
dikandungnya.
2.4.1 Alur Sanksi Bidan
Malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat
disebabkan oleh banyak faktor, misalnya kelalaian, kurangnya pengetahuan,
faktor ekonomi, rutinitas,dan juga perubahan hubungan antara bidan dengan
pasien. Untuk dapat mencegah terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan
dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan jaminan
atau garansi akan keberhasilan usahanya, dalam melakukan tindakan harus ada
informed consent, mencatat semua tindakan kedalam rekam medik, dan lain-lain.
Untuk
penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan yang
telah masuk ke pengadilan, semua tergantung kepada pertimbangan hakim yang
menangani kasus tersebut untuk menentukan apakah kasus yang ditanganinya
termsuk kedalam malpraktek atau tidak. Atau apakah si pelaku dapat dimintai
pertanggung jawaban secara pidana atau tidak.
Melakukan malpraktek yuridis (melanggar hukum)
berarti juga melakukan malpraktek etik (melanggar kode etik). Sedangkan
malpraktek etik belum tentu merupakan malpraktek yuridis. Apabila seorang bidan
melakukan malpraktek etik atau melanggar kode etik. Maka penyelesaian atas hal
tersebut dilakukan oleh wadah profesi bidan yaitu IBI. Dan pemberian sanksi
dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI
tersebut. Sedangkan apabila seorang bidan melakukan malpraktek yuridis dan
dihadapkan ke muka pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan
penilaian apakah bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan. Apabila
menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi bukan
karena kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib memberikan
bantuan hukum kepada bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan atau gugatan di
pengadilan
2.5 KODE ETIK
BIDAN
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma
yang harus dipatuhi oleh setiap anggota
profesi yang bersngkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi
anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan
larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa saja yang boleh dan apa
saja yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak
saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku
pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Kode etik
kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan
tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan
dengan kesejahteraan, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah
sebagai berikut:
a. Untuk
menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak
luar atau masyarakat mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu
profesi. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarng berbagai
bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama
baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kkode etik juga disebut kode
kehormatan.
b. Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan
spiritual atau mental. Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi kode
etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan
perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan
peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak
pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama
anggota profesi.
c. Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Dalam hal ini kode etik juga bertujuan untuk
pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode
etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh para anggota profesi
dalam menjalankan tugasnya.
d. Untuk
meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta
anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai
dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara
memelihara dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas, jelas
bahwa tujuan suatu profesi, menjaga dan memelihara kesejahtereaan para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota, dan meningkatkan mutu profesi serta
meningkatkan mutu organisasi profesi.
Penetapan Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh
organisasi untuk para anggotanya. Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam
kongres IBI. Kode etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986
dan disyahkan dalam kongres nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk
pelaksanaanya disyahkan dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991,
kemudian disempurnakan dan disyahkan pada kongres nasional IBI XII tahun 1998.
Sebagai pedoman dalam berperilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa
kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab.
2.5.1 Yang dapat dilakukan dalam kode etika menuntun
atau panduan untuk disiplin profesi:
Menuntun
tingkah laku
Menawarkan
suatu kerangka kerja yang dapat meningkat kapasitas dalam
Pengambilan keputusan moral yang efektif.
2.5.2 Yang tidak dapat dilakukan:
Tidak
dapat menjamin etika praktek atau pengambilan keputusan.
Tidak
dapat mencegah timbulnya hal-hal yang tidak berguna.
Tidak
dapat dipindahkan dari tanggung jawab bidan.
Tidak
dapat menjamin kasus tertentu merupakan yang benar
2.5.3 Persyaratan kode etik:
Keterlibatan dan pemikiran penting (waktu dan alasan moral).
Kemampuan
(kapasitas dan kemauan) mengambil keputusan.
Keterlibatan menjadi contoh moral yang baik.
2.5.4 Dimensi Kode Etik :
a.
Anggota profesi dan Klien atau Pasien.
Anggota
profesi dan sistem kesehatan.
Anggota
profesi dan profesi kesehatan
Anggota
profesi dan sesama anggota profesi
2.5.5 Prinsip Kode Etik :
a.
Menghargai otonomi
Melakukan
tindakan yang benar
Mencegah
tindakan yang dapat merugikan.
Memberlakukan manusia dengan adil.
Menjelaskan dengan benar.
Menepati
janji yang telah disepakati.
Menjaga kerahasiaan
2.5.6 Secara Umum Kode Etik Bidan Berisi :
a.
Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
·
Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
· Setiap bidan dalam menjalankan tugas
profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan
memelihara citra bidan.
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada
peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan
kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
·
Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
b.
Kewajiban bidan terhadap tugasnya
·
Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
·
Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan
dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi
dan atau rujukan.
·
Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan
sehubungan kepentingan klien.
d.
Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
·
Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
e.
Kewajiban bidan terhadap profesinya
·
Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat.
·
Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan
kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
·
Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.
f.
Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
·
Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas
profesinya dengan baik.
·
Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
g.
Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuanketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
·
Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan pelayanan
kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.
2.6 Jabatan Fungsional Bidan
Selain penghargaan dan sanksi, bidan juga patut mendapat jabatan
fungsional dan jabatan struktural. Seperti yang dijelaskan pada materi di atas
mengenai jabatan fungsional bidan, jabatan fungsional didapat oleh seorang
bidan melalui pendidikan formal seperti D III dan SI berupa ijasah, sedangkan
non formal berasal dari pelatihan atau penyuluhan atau seminar yang diadakan
oleh pemerintah atau organisasi bidan berupa sertifikat.
Bidan memiliki jabatan fungsional sesuai dengan
fungsi bidan yaitu pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti. Dalam
menduduki jabatan ini,bidan juga berhak smenerima tunjangan fungsional sesuai
dengan kedudukannya.
Sedangkan jabatan struktural bidan dilihat
berdasarkan dimana bidan tersebut bekerja. Tunjangan berasal dari tempat dimana
dia bekerja seperti di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Jabatan dapat ditinjau dari 2 aspek, yaitu jabatan
struktural dan fungsional.
·
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara jelas tertera dalam
struktur dan diatur berjenjang dalam suatu organisasi
·
Jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari
aspek fungsinya yang vital dalam kehidupan rmasyarakat dan Negara.
Selain fungsi dan perannya yang vital dalam
kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga berorientasi kualitatif.
Seseorang memiliki jabatan fungsional berhak mendapatkan tunjangan fungsional.
Jabatan bidan merupakan jabatan fungsional professional sehingga berhak
mendapat tunjangan fungsional.
Pengembangan karir bidan meliputi karir fungsional
dan karir struktural. Jabatan fungsional sebagai bidan bisa didapat melalui
pendidikan berkelanjutan ,baik secara formal maupun nonformal, yang hasil
akhirnya akan meningkatkan kemampuan professional bidan dalam melaksanakan
fungsinya sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, dan peneliti.
Sedangkan jabatan sturkturalnya bergantung dimana
bidan tersebut bertugas,misalnya di rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya.
Karir ini dapat dicapai oleh bidan di setiap tatanan pelayanan
kebidanan/kesehatan sesuai dengan
tingkat kemampuan, kesempatan, dan kebijakan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar